Redirect to TarakanBais

Jumat, 23 September 2011

Bukannya Saya Tidak Jera, tapi Mungkin di Sinilah Nasib Saya

. Jumat, 23 September 2011

Kisah Kebakaran Beringin III

HAWA panas masih menyeruak di sela-sela puing- puing gosong. Kawasan padat rumah itu kini tersisa tonggak-tonggak kayu dan beton yang menghitam. Di kawasan seluas hampir dua lapangan bola itu, terdapat puing-puing bekas rumah H Maliki. Pria paruh baya ini ternyata sudah 3 kali mengalami musibah kebakaran. “Tadi malam (Rabu malam, red) adalah yang ketiga bagi saya,” kata H Maliki sedih.

Duka H Maliki bermula tahun 2002 lalu. Pada kebakaran itu H Maliki bersama keluarga masih sempat menyelamatkan sebagian barang berharga miliknya. Sebagian perabotan, dagangan dan lainnya sempat dibawa keluar dari rumah. Sementara lainnya hangus terbakar sebelum api dapat dijinakkan. Nah, yang paling parah adalah kebakaran pada tahun 2004 lalu. Di kebakaran besar ini, rumah dan kios miliknya kembali rata dengan tanah akibat api. Kali ini, tak ada harta dan barang berharga milik H Maliki dapat diselamatkan. “Semua hangus menyisakan puing-puing,” kenangnya.

Saat itu, Maliki dan keluarga mengaku shock berat. Bahkan Hj Hatifah, istri yang dinikahinya tahun 1989 lalu, sempat pingsan. Yang tersisa saat itu hanya selembar kain yang melekat di badan. “Semua habis terbakar saat itu, hanya tinggal baju dibadan,” kenangnya lagi. Tapi ia masih bersyukur, karena seluruh keluarga bisa selamat. Sejak saat itu ia memulai dari awal lagi untuk membangun rumah dan kios di tempat yang sama.

Tapi tujuh tahun kemudian, tepatnya Rabu (21/9) malam lalu, api celaka itu kembali datang. Musibah kembali mendera. Kediamannya di RT 3 Beringin ludes tak bersisa. “Ini rumah pertama saya sejak merantau ke Tarakan tahun 1976,” tuturnya lirih. Rumah ini, sebelum terbakar ditempati oleh orang tua dan keluarga adiknya. Dalam kebakaran kali ini, ia juga tak sempat menyelamatkan barang-barang di dalamnya. Hanya tas yang berisi beberapa barang berharga yang sempat diselamatkan. “Isi perabotan tidak sempat diselamatkan karena api sudah dekat,” ujarnya.

Meskipun berulang kali mengalami musibah kebakaran, pria yang telah menghabiskan hidupnya kurang lebih 35 tahun di Beringin ini berat meninggalkan Beringin. Jika mendapatkan izin membangun kembali, ia pun berniat membangun rumah lagi di atas lokasi yang sama. “Namanya musibah, kepada siapa saja bisa terjadi dimanapun kita,” terang ayah 4 anak ini. “Bukannya saya tidak jera, tapi mungkin disinilah memang nasib saya,” imbuhnya.

Warga Beringin lainnya, Faharuddin juga berulang kali mengalami musibah kebakaran. Tercatat, sudah dua kali rumahnya dilalap api. Yakni pada tahun 1990 dan terakhir Rabu malam lalu. Fahruddin yang biasa diapanggil Pak Aco oleh warga merupakan ketua RT 3 Beringin III. Pada tahun 1990 lalu, barang-barang berharganya juga ludes dilalap si jago merah. Hanya sebagian barang saja yang bisa diselamatkan. “Karena kebakaran tahun 1990 itu, saya bersama keluarga sempat mengungsi dengan membuat pondok yang dinding dan atapnya terbuat dari seng,” katanya mengenang. Total 4 bulan ia bersama anak dan istrinya harus tinggal dalam pondok sederhana tersebut.

Saat itu, selama berbulan-bulan lamanya Aco menunggu kepastian dari pemerintah untuk penataan daerah Beringin. Tapi karena tak kunjung ada kabar untuk nasibnya dan beberapa warga lain, Ia bersama warga lain nekat untuk kembali membangun rumah di kawasan yang sama. “Sebenarnya dulu tidak boleh membangun rumah lagi dikawasan RT 3 oleh pemerintah. Tapi karena semua warga tidak memiliki tempat tinggal, makanya kami berinisiatif untuk kembali membangun walaupun pemerintah melarang,” ujarnya.

Ayah 6 anak ini mengaku, sebenarnya ia tidak ingin membangun rumah kembali di kawasan Beringin yang rawan kebakaran. Tetapi ia tidak punya lahan lain yang bisa dipakai untuk membangun. Tapi musibah tak berbau, Rabu malam lalu, rumahnya kembali dilalap api. Dalam peristiwa kebakaran itu ia dan keluarganya tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharganya. “Semua habis, ijazah anak-anak, uang dan seluruh perabotan. Hanya televisi dan beberapa lembar pakaian saja yang bisa dibawa keluar. Saat ditinggal sesaat, beberapa lembar pakaian yang sempat dikeluarkan pun akhirnya hilang entah kemana,” kata pria yang sejak 1974 merantau ke Tarakan ini. (***)

Sumber : radartarakan (23 September 2011)

Entri Populer

Label

 

Link Banner

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger

Sahabat Tarakan

Tarakan Borneo Lovers is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com