Gusti Anggara menyebutkan, untuk penyaluran BBM pada transportasi laut melalui 3 lokasi yakni satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB) dan dua Agen Premium dan Minyak Solar (APMS). Perhari untuk premium, total sekitar 500 ton yang disalurkan kepada ketiga agen tersebut. Penyalurannya juga jelas, Pertamina melalui alat angkutan menyalurkan BBM ke APMS, SPBU, SPBN dan SPBB.
“BBM yang yang sudah sampai, ya ranah pemilik agen untuk jual ke masyarakat. Tidak ada istilah Pertamina menyalurkan langsung dari Depot ke kios ataupun ke speedboat. Jadi dibilang langka tidak. Sebab jatah masih ada dan disalurkan sesuai kuota,” terang Gusti Anggara.
Namun untuk penyaluran ke speedboat hingga sampai dikatakan premium sulit didapat akan dikaji ulang sebab sumber pengambilan bahan bakarnya ada 3 tempat berbeda. Dengan inventarisir bersama pemerintah, instansi terkait dan penyalur BBM, diupayakan sekaligus mengkroscek isu yang beredar.
Gusti juga mengungkapkan, belakangan ini terjadi antrean panjang di SPBU dan APMS di darat disinyalir lantaran BBM jatah di darat dijual atau dialihkan ke laut oleh oknum. Sehingga menurutnya perlu koordinasi, menata, dan mengawasi jalur pendistribusian agar tepat dan diterima pihak yang tepat.
“BBM di darat banyak dijual ke laut, sehingga di darat premium cepat habis, ini masih isu namun perlu ditelusuri. Maka, memang semua pihak perlu intensifkan pengawasan di lapangan, apakah benar indikasi itu atau tidak. Karena kami akui, penyaluran BBM baik di darat dan laut, rutin dan normal,” beber Gusti Anggara kemarin (25/4).
Untuk kesekian kalinya juga Pertamina menegaskan, jatah perhari untuk premium cepat habis tidak ada kaitannya dengan masuknya pertamax sebagai BBM non subsidi ke Tarakan. Justru Gusti menyakinkan, pertamax hadir untuk menutupi kebutuhan premium yang dikuotakan oleh pusat untuk Tarakan dijatah 32 ribu kiloliter (kl) pertahun atau 102-103 kl perhari.
“Kalau kurang peminat, namanya komoditi baru memang kita harus lebih gencar sosialisasi dan lebih mengenalkan keunggulan dari pertamax supaya orang tidak berat membeli pertamax. Tidak ada juga pemangkasan jatah premium karena pertamax. Semua pengaturan untuk premium atau pertamax bersifat terbuka, kita salurkan sesuai dengan kuota yang ada,” bebernya.
“Pertamax ini BBM non subsidi berarti menjadi barang bebas. Tidak ada ketentuan mengikat jika mau diecerkan. Untuk pengawasan, kami juga membina agen, baik APMS dan SPBU. Tinjau penyaluran di lapangan, jika ada penyimpangan, operatornya kita tegur, bahkan ada yang pernah diskorsing. Tapi ketika BBM sudah sampai ke tangan masyarakat, mau diapakan oleh konsumen kita tidak bisa pastikan,” tandasnya.
Sementara, Sekretaris Komisi II DPRD Tarakan, Sabar Santuso saat menggelar hearing di DPRD Tarakan kemarin (25/4) berpikir secara logikanya, jika kuota BBM premium tidak mengalami pengurangan, seharusnya penambahan pertamax munculkan peningkatan, bukan kelangkaan.
“Saya kira tidak perlu lagi ada antrean. Apakah terjadi pendistribusian yang tidak baik yang dilakukan entah pertamina, SPBU atau pelaku usaha minyak lainnya, ini yang perlu kita cari,” jelas Sabar Santuso.
Apalagi pantauannya, beberapa bulan lalu sebelum pertamax launching di Tarakan, terjadi antrean premium tidak separah bulan ini (April, Red.), hingga berhari-hari. Dilanjut, indikasi jatah BBM di darat dialihkan penjualannya ke laut dengan harga melambung sebab sulitnya mendapat premium di agen penyalur di laut.
“Sepertinya ada penyimpangan. Contoh, kalau di darat premium cepat habis karena jatah dibawa ke laut, sedangkan di laut sudah ada jatah sendiri, ini yang perlu diluruskan. Kami harap ada koordinasi yang baik antara agen, pertamina dan pemerintah, tidak ada lagi antrean karena BBM ini kebutuhan mendasar,” jelasnya.
“Apalagi premium ini subsidi. Harus sampai ke masyarakat yang menikmati, jangan sampai dinikmati oleh beberapa orang saja. Terutama pengusaha yang nakal. Masalah masih digunakan oleh pemerintah, kami juga akan mengkaji di samping kuota di pemerintah sudah jelas. Kalau memang tidak cukup, kami akan berikan masukan ke pemerintah agar tahun depan menggunakan BBM non subsidi atau pertamax,” pungkas Sabar Santuso.(dta)
Sumber : radartarakan (26 April 2011)